Web Blog Abu Ukasyah Al-Cilacapiy

Memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafush Shaleh.

Menuju Insan Yang Bertaqwa dengan Ilmu Agama

Aqidah, Hadits, Fiqih, Mutiara hikmah Salaful Ummah.

Berbagi ilmu berasaskan ukhuwah Islamiyah

Web Blog Sarana Pengebat Ilmu dan Pendulang Pahala.

Sarana Berbagi Materi

Materi Kajian, Khutbah Jum'at dan Kultum.

Silahkan Download

Soal - soal ujian Lipia, copy rangkuman materi.

Kamis, 31 Oktober 2013

Jangan Berkecil Hati Dengan Kekurangan Kita

     Oleh : Abu Ukasyah Al-Cilacapiy

   

      Setiap orang tentulah mempunyai kekurangan dan kelebihan masing - masing, ia dilebihkan oleh Allah dalam suatu perkara, sedang dalam perkara yang lain ia merasa lemah.
        Allah Maha Adil, tatkala Allah menahan sesuatu dari seorang hamba, maka di saat yang bersamaan Allah akan melebihkannya dalam suatu hal yang lain.

     Lihatlah seorang pria yang bernama Abu Tammam. Ada apa gerangan dengan dia..? Apa yang istimewa darinya, sehingga kita harus memberikan porsi ingatan kita untuk orang semisal ini..?. Abu Tammam adalah seorang pujangga Arab pada masa Dinasti Abbasiyah, dan lihatlah betapa pujangga syair Arab ini di tahan oleh Allah dalam suatu perkara, dan dilebihkan dalam hal yang lain.
     Ia diberi julukan Abu Tammam karena konon ia seorang yang memiliki sifat "tamtamah" dalam berbicara atau gagap, kesulitan dalam berbicara, sehingga dikatakan ia harus menyewa seorang pria untuk membacakan qasidahnya, syair - syairnya. Namun demikian Abu Tammam adalah seorang yang cerdas, tajam ingatannya, dan cepat dalam menyelesaikan masalah dengan idenya yang cemerlang.
     Setidaknya kisah berikut menjadi saksi kehebatan, dan kecepatan Abu Tammam dalam berpikir, menuangkan ide dan menyelesaikan masalah.
       
      Suatu ketika Abu Tammam berada dalam suatu majelis yang disitu terdapat anak Khalifah Bani Abbasiyah, Ahmad bin Mu'tashim billah. Mulailah ia menyanjung anak khalifah tersebut dengan bait - bait syair yang telah ia tulis, ia teliti, dan ia koreksi sebelumnya, dan perlu diketahui bahwa Abu Tammam termasuk seorang penyair yang ketat di dalam membuat syair - syair Arab, tidaklah ia membacakan syair di hadapan manusia kecuali ia telah benar - benar yakin bahwa ia telah membuat syair yang bagus. Tidak segan - segan ia ganti syairnya, ia hapus dan ganti bait yang baru demi mewujudkan intonasi syair yang tegas, alur yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika bait - bait syairnya, terucap begitu kuat bagai hujan batu.
         Tidak jauh berbeda dengan majelis kali ini, ketika ia diminta untuk berkumpul dengan putra Khalifah, maka ia pun mempersiapkan syair - syair yang indah sebelumnya untuk memuji putra khalifah. Maka mulailah ia memujinya....hingga sampai perkataannya :

إقدام عمرو في سماحة حاتم
في حلم أحنف و ذكاء إياس

Berani seperti 'Amr, dermawan seperti Hatim
                                 Lembut seperti Ahnaf, dan cerdas seperti Iyyas.

(Nama - nama tersebut adalah tokoh - tokoh yang tersohor dalam sifat terpuji yang mereka miliki, sehingga orang - orang Arab menjadikan mereka sebagai sebuah perumpaan, seperti Hatim Ath-Thai' tokoh jahiliyah yang terkenal amat dermawan terhadap manusia).

Maka menyelalah Abu Yusuf Al-Kindiy tatkala mendengarnya :"Putra khalifah itu lebih utama dari mereka yang engkau sifatkan. Bagaimana mungkin kau sifati beliau dengan orang - orang yang bengal?". Mendengar pelecehan tersebut, sesaat Abu Tammam terdiam dan menunduk, untuk kemudian melanjutkan syairnya dengan lantang :

لا تنكروا ضربي له من دونه
مثلا شرودا في الندى و الباس
فالله قد ضرب الأقل لنوره
مثلا من المشكاه و النبراس

Tak perlu engkau ingkari permisalanku untuknya dengan siapa yang dibawahnya,
                                 dalam hal kedermawanan dan keperkasaan.
Karena sungguh Allah telah mempermisalkan pula cahaya-Nya sebagai perumpamaan
                                 dengan cahaya lilin dan pelita yang lebih rendah derajatnya.

(Tidaklah Allah memberikan permisalan tersebut kecuali untuk mendekatkan pemahaman manusia, bukan untuk menyamakan hakikat).

     Ketika kertas dimana bait syair Abu Tammam ditulis diberikan kepada putra khalifah, betapa terkejutnya ia karena ternyata dua bait syair diatas tidak tertulis di dalamnya, ternyata Abu Tammam mengucapkannya secara otomatis, sebagai bentuk sanggahan kepada Al-Kindiy yang langsung membisu tatkala bait tersebut diucapkan, padahal dua bait tersebut juga satu wazan, qafiyah (yaitu satu timbangan dengan bait - bait sebelumnya dimana setiap bait di akhiri dengan huruf "sin"). Hal ini tidak lain karena Allah memberikan Abu Tammam kelebihan berupa otak yang cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah, yang dalam bahasa Arab disebut "Sarii'ul badihah".
        Saya rasa kita juga tidak jauh berbeda dengan Abu Tammam, tatkala Allah memberikan berbagai potensi yang tersembunyi dalam diri kita, sebagai kelebihan yang Allah anugerahkan untuk melengkapi kekurangan kita. Sekarang saatnya kita mencari potensi tersebut, bukan saatnya kita berkeluh kesah dengan kekurangan.